bersumpah tidak akan pernah mengulangi lagi untuk selama-lamanya, yang penting Rasulullah ridlo. Demikianlah cara Rasulullah mendidik sahabatnya, tidak langsung mengecam dan mencela agar tidak terlalu berat bebannya kepada sahabatnya. Beliau mendiamkan dan menunggu waktu yang sesuai untuk menegurnya dengan halus dan penuh kasih sayang. Cara seperti ini lebih cepat mempengaruhi jiwa seseorang dari pada penyiksaan seberat apa pun. (Ibn Katsier, al-bidayah wa al-nihayah, vol.three/305) Knowledge-facts sejarah menggambarkan kepada kita betapa besar siksaan yang diderita Qureisy akibat kekalahannya di Badr. Peristiwa tersebut bagaikan petir menyambar mereka yang selama ini dengan penuh keangkuhan menetapkan dirinya sebagai pemimpin Arab, tuan-tuan yang memiliki nilai plus38 dalam hal pengetahuan, martabat, kedudukan, harta dan keberanian. Begitu menghadapi sejumlah kecil umat Islam, beberapa pembesar mereka jatuh satu for each satu dan banyak pemimpinnya yang tertawan diseret dalam keadaan terikat. Meski derita yang dialami cukup besar dan pengaruhnya di dalam jiwa amat mendalam, namun orang-orang Qureisy tidak mampu menangkap makna dan kandungan yang tersirat dalam kenyataan ini karena perasaan akan kepemimpinan dan keperkasaan sudah demikian lama melekat sehingga mereka belum mampu mencerna makna kebesaran Islam dalam waktu singkat. Sebelum itu mereka sudah menutup segala kemungkinan untuk menerima dakwah Islam dengan menanamkan bahwa Muhammad adalah tukang sihir yang memiliki daya hipnotis tinggi dan dapat membuat orang-orang mengikutinya. Al-Qur'an yang dibacakannya juga tidak lebih dari sihir.
Hal ini agar memudahkannya untuk mengetahui siapa yang hendak membunuh beliau. Dan manakala orang-orang sudah benar-benar tidur, dia memerintahkan salah satu dari putera-putera, saudara-saudara atau keponakan-keponakannya untuk tidur di tempat tidur Rasulullah sementara beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam diperintahkan untuk tidur di tempat tidur mereka. Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam dan kaum muslimin keluar pada musim haji, menjumpai manusia dan mengajak mereka kepada Islam sebagaimana yang telah kami singgung dalam pembahasan lalu tentang perlakuan Abu Lahab terhadap mereka. Pembatalan Terhadap Shahifah Perjanjian Pemboikotan tersebut berlangsung selama dua atau tiga tahun penuh. Barulah pada bulan Muharram tahun ke-10 dari kenabian terjadi pembatalan terhadap shahifah dan perobekan perjanjian tersebut. Hal ini dilakukan karena tidak semua kaum Quraisy menyetujui perjanjian tersebut, diantara mereka ada yang Professional dan ada yang kontra, maka pihak yang kontra ini akhirnya berusaha untuk membatalkan shahifah tersebut. Diantara tokoh yang melakukan itu adalah Hisyâm bin ‘Amru dari suku Bani ‘Âmir bin Lu-ay – yang secara tersembunyi pada malam hari mengadakan kontak dengan Bani Hâsyim dan menyuplai bahan makanan -. Tokoh ini pergi menghadap Zuhair bin Abi
munculnya Cyrus Yang Agung (557-529 SM.) yang dapat mempersatukan kembali Bangsa Persia. Maka selama kekuasaannya, tak seorangpun yang dapat menandingi dan mengalahkannya, hingga muncul Alexander dari Macedonia pada tahun 326 SM, yang mampu mengalahkan "Dara I", raja mereka dan menceraiberaikan persatuan mereka. Akibatnya negeri mereka terkotak-kotak dan muncullah di masing-masing wilayah rajaraja baru, yang dikenal dengan raja-raja ath-Thawa'if . Mereka berkuasa atas wilayahwilayah masing-masing hingga tahun 230 M. Pada period kekuasaan raja-raja ath-Thawa'if inilah orang-orang Qahthan berpindah dan kemudian menempati daerah pedalaman Iraq. Mereka kemudian berpapasan dengan orang-orang dari keturunan 'Adnan yang juga berhijrah dan membanjiri pemukiman baru tersebut dan memilih bermukim di wilayah teluk dari sungai Eufrat . Bangsa Persia kembali menjadi suatu kekuatan untuk kedua kalinya pada period Ardasyir, pendiri dinasti Sasaniyah sejak tahun 226 M. Dialah yang berhasil mempersatukan Bangsa Persia dan memaksa Bangsa Arab yang bermukim disana untuk mengakui kekuasaannya. Dan ini merupakan sebab mengungsinya orang-orang Qudha'ah ke Syam dan tunduknya penduduk Hirah dan Anbar kepadanya. Pada period Ardasyir ini pula, Judzaimah al-Wadhdhah berkuasa atas Hirah dan seluruh penduduk pedalaman Iraq dan Jazirah Arab yang terdiri dari keturunan Rabi'ah dan Mudhar. Ardasyir merasa mustahil dapat menguasai Bangsa Arab secara langsung dan mencegah mereka untuk menyerang kekuasaannya kecuali dengan cara menjadikan salah seorang dari mereka (Bangsa Arab) yang memiliki kefanatikan dan loyalitas terhadapnya dalam membelanya sebagai kaki tangannya.
Bahwa Hulail, sebagaimana pengakuan Khuza'ah, berwasiat kepada Qushai agar mengurusi Ka'bah dan Mekkah. Bahwa Hulail menyerahkan urusan Ka'bah kepada putrinya, Hubba dan mengangkat Abu Ghibsyan al-Khuza'i sebagai wakilnya lantas kemudian dia yang mengurusi Ka'bah tersebut mewakili Hubba. Tatkala Hulail meninggal, Qushai berhasil menipunya dan membeli kewenangannya atas Ka'bah tersebut dengan segeriba arak, atau sejumlah onta yang berkisar antara tiga ekor hingga tiga puluh ekor. Khuza'ah tidak puas dengan transaksi jual beli tersebut dan berupaya menghalang-halangi Qushai atas penguasaannya terhadap urusan Ka'bah tersebut. Menyikapi hal itu, Qushai mengumpulkan sejumlah orang dari Quraisy dan Bani Kinanah untuk tujuan mengusir mereka dari kota Mekkah, maka mereka menyambut hal itu. Apa pun alasannya, setelah Hulail meninggal dunia dan kaum Shûfah menjalani aktivitas mereka tersebut, maka Qushai tampil bersama orang-orang Quraisy dan Kinanah di dekat 'Aqabah sembari berseru: " Kami lebih berhak daripada kalian ! ". Karena pelecehan ini, mereka lantas memeranginya namun Qushai berhasil mengalahkan mereka dan merampas semua kekuasaan mereka. Khuza'ah dan Bani Bakr mengambil sikap tidak menyerang setelah itu, maka Qushailah akhirnya yang malah lebih dahulu mengambil inisiatif penyerangan dan sepakat untuk memerangi mereka. Maka bertemulah kedua kekuatan tersebut dan terjadilah peperangan yang amat dahsyat tetapi kedua musuhnya tersebut justru menjadi mangsa yang empuk baginya.
The phrases you happen to be searching are within this e-book. To obtain additional targeted content, please make full-textual content lookup by clicking here.
Sungguh, aku berharap semoga Allah membalaskan untukmu terhadap mereka”. Abu Bakar malah berkata lagi: “apa yang terjadi terhadap diri Rasulullah?”. Ummu Jamil berkata: “Ini ibumu ikut mendengarkan”. Dia berkata: “Tidak usah khawatir terhadapnya” Dia menjawab: “beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam dalam kondisi sehat dan bugar”. Dia berkata lagi:”dimana beliau sekarang?” “ada di Dar Ibnu al-Arqam”, jawabnya. Dia berkata lagi:”aku bersumpah kepada Allah untuk tidak mencicipi makanan dan meminum minuman hingga aku mendatangi Rasulullah”. Keduanya mengulur-ulur waktu sejenak, hingga bilamana kondisi Abu Bakar sudah tenang dan orang-orang mulai sepi, keduanya berangkat keluar membawanya dengan dipapah. Lalu dipertemukanlah dirinya dengan Rasulullah”. Bentuk kecintaan yang demikian langka serta pengorbanan hidup seperti ini akan kami bahas pada beberapa bagian dari buku ini, terutama yang terjadi pada waktu perang Uhud dan yang terjadi terhadap Khubaib dan semisalnya.
bekal makanan-minuman sampai ke mulut gua, kemudian kembali ke rumah. Dari riwayat Imam Bukhari dapat difahami bahwa menjelang turunnya wahyu pertama, beliau berbekal untuk tinggal di gua berhari-hari dan jika perbekalannya habis beliau menjemput bekal untuk hari-hari selanjutnya. Hal ini dilakukan beliau pada awal-awal bulan Ramadlan. Sedangkan pada hari-hari menjelang turunnya wahyu agaknya beliau pulang setiap hari sebelum matahari terbenam, karena pada hari itu ketika matahari terbenam sedang Muhammad tak kunjung datang Khadijah cemas dan mengutus suruhannya untuk menjemput atau memperoleh keterangan akan sebab keterlambatannya. Berdasarkan riwayat Qatadah, Al-Tabary lebih lanjut menerangkan bahwa sesaat setelah menerima wahyu, Rasulullah keluar dari gua Hira dan mendapatkan Jibril dalam bentuk seseorang berdiri di ufuk langit dan menyapanya: Wahai Muhammad, aku Jibril dan engkau Rasulullah (utusan Allah), sabda Rasullah: seketika aku tertegun dan setiap aku melayangkan pandangan ke arah setiap penjuru terlihat olehku pemandangan yang sama sehingga aku berdiam diri, tidak maju, tidak mundur sampai utusan Khadijah datang menyaksikan aku dalam keadaan seperti itu, lalu ia pergi dan aku pun beranjak menuju rumah. Setiba di rumah langsung duduk di hadapan Khadijah yang segera bertanya: dari manakah gerangan wahai Abal Qasim? aku amat cemas sampai mengutus orang dan baru saja kembali. Di sini Qatadah mencampur-baur riwayat, karena seandainya Jibril menampakkan diri di ufuk langit saat Muhammad berangkat meninggalkan gua lalu menyapanya dengan sebutan Rasulullah, tentu beliau tidak perlu merasa takut dari apa yang baru saja dialami, dan tidak perlu Khadijah bergegas menghantar beliau menemui Waraqah ibn Noufal. Ditambahkan pula, bahwa ketika Muhammad menceritakan kejadiannya, beliau tidak menyebutkan adanya malaikat Jibril di ufuk langit.
hadapanku dulu : ‘akulah yang akan membunuhmu’ telah terjadi. Demi Allah! andai dia meludah saja ke arahku niscaya itu akan dapat membunuhku”. Pembahasan tentang ini akan disajikan pada bahasan mendatang. Sa’d bin Mu’adz –saat berada di Mekkah- pernah berkata kepada Umayyah bin Khalaf: “Sungguh, aku telah mendengar Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: ‘ sesungguhnya mereka –kaum Muslimin- telah memerangimu’ “. Mendengar ini, dia tampak sangat takut sekali dan berjanji untuk tidak akan keluar dari Mekkah. Ketika dipaksa oleh Abu Jahal untuk berperang di Badar, dia membeli keledai yang paling bagus di Mekkah untuk digunakannya bila suatu ketika dapat kabur. Saat itu, isterinya berkata kepadanya: “Wahai Abu Shafwan! Apakah engkau lupa apa yang dikatakan saudaramu dari Yatsrib tersebut?”. Dia menjawab: “Demi Allah! bukan demikian tetapi aku tidak akan mau berhadapan langsung dengan mereka kecuali memang sudah dekat benar jaraknya”. Demikianlah kondisi musuh-musuh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam . Adapun kondisi para shahabat dan rekan-rekan beliau lain lagi; kedudukan beliau di sisi mereka ibarat ruh dan jiwa dan semua urusan beliau menempati hati dan mata mereka.
Sinopsis: “Buku ini sungguh luar biasa. Dengan keahlian yang seolah tak tertandingi, Martin Lings menghadirkan riwayat hidup Nabi Muhammad noticed. dengan narasi dan detail mengagumkan. Buku ini dinilai banyak kalangan sebagai salah satu buku biografi Rasul terbaik yang pernah diterbitkan. Hanya seorang berkemampuan istimewalah yang dapat menghasilkan buku sedemikian menyentuh.” REPUBLIKA Muhammad betul-betul unik. Didasarkan pada sumber-sumber berbahasa Arab dari abad ke-eight dan ke-nine, buku ini mendekati dan mereportase kata-kata dari orang-orang lelaki maupun perempuan yang mendengar langsung Nabi Muhammad berbicara dan menyaksikan sendiri peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. Martin Lings mampu menghadirkan kesederhanaan maupun keagungan cerita. Karena itu, Muhammad dapat dibaca dengan sama nikmatnya baik oleh mereka yang sudah akrab dengan biografi Nabi maupun para “pendatang baru” yang membacanya untuk pertama kali.
Rasulullah- “adalah pengaruh racun yang telah aku makan bersama putramu di Khaebar yang sering aku rasakan kambuh (selama ini) dan nampaknya kali yang terakhir ini akan mengakhiri abhurku". Menurut pendapat yang lebih mendekati kebenaran kata abhur berarti batalion dan penyakit dzat al-janb adalah usus buntu. (kita akan bicarakan lebih lanjut). *** Rasulullah terserang penyakit keras pada saat kondisi umat sedang menghadapi ancaman berat. Beliau baru saja selesai menyiapkan pasukan Usamah ibn Zaid ibn Haritsah untuk diutus ke Syam mengajak orang-orang Arab Kristen dan Romawi yang berada di bagian selatan Syam memeluk Islam atau menyetujui perjanjian perdamaian. Mereka yang dahulu mengalahkan pasukan kaum muslim dalam pertempuran mu'tah di mana Zaid ibn Haritsah, Ja'far more info ibn Abu Thalib dan Abdullah ibn Rawahah tewas mati syahid. Kemudian disusul lagi munculnya gerakan-gerakan murtad dan para nabi-nabi palsu. Sungguh aneh orang-orang Arab ini! Tiada Allah menganugerahkan kepada mereka suatu nikmat kecuali dirusaknya. Kebangkitan risalah Muhammad adalah tanda kasih sayang Allah yang pertama kali amat sulit diterima oleh orang-orang kafir Mekkah, dan baru saja gerakan pengingkaran mereka dipadamkan dan mendapat bimbingan masuk kedalam jalan yang benar lantas muncul di tengah-tengah mereka seorang yang bernama 'Abhalah Al-Yamani dan bergelar Al-Aswad Al-'Ansi yang menganggap dirinya nabi, mendapat wahyu, diikuti dan dipercayai oleh orang-orang Yaman yang subversif. Disusul pula anggapan Musailamah ibn Habib dari bani Hanifah di Tamim dalam wilayah Al-Yamamah bahwa dirinya seorang nabi, diikuti dan dipercayai pula oleh banyak kaumnya. Yang lebih berbahaya lagi adalah gerakan Thulaihah ibn Khuwailid Al-Asdi yang meproklamirkan kepada kaumnya bani Asd dan Wathi' yang menghuni pesisir barat Nejd klaim dirinya sebagai nabi dan mengutus salah seorang saudaranya menemui Rasulullah untuk berdamai.
Bermula dari sejak usianya menghampiri forty tahun, di mana beliau dipersiapkan secara psikologis untuk mengemban tugas kenabian yang oleh Ibnu Katsier dikatakan bahwa “perkara kenabian itu berlanjut melewati masa fatrah yakni masa-masa terputusnya wahyu, sampai turunnya surah al-Muddatstsir, yang berisi perintah untuk bangkit memberi peringatan, mengagungkan Tuhan, membersihkan pakaian, menghindari kejahatan dan berbuat tanpa pamrih. Demikian itu makna ayat-ayat pertama surah al-Muddatstsir. Di kala itu hati dan jiwa Muhammad mulai stabil dan tenang. Beliau telah yakin dengan apa sebenarnya yang dialaminya; dengan penuh percaya diri bahwa Allah telah memilihnya untuk suatu tugas dan misi yang maha agung, maka beliau bangkit merealisasikan perintah Allah melewati episode-episode Sirah selanjutnya. Adanya proses peralihan Muhammad dari manusia biasa menjadi Nabi dan Rasul sebagai satu kesatuan dalam suatu proses panjang seperti telah disinggung di muka, mengundang kajian lebih lanjut. Mengapa demikian, karena riwayat-riwayat yang menguraikan peristiwa peralihan tersebut amat bervariasi dan berbeda-beda. Ironisnya, riwayat tersebut berasal dari sumber-sumber yang handal dan diterima oleh mayoritas ahli Hadis seperti at-Thabary, al-Baladzary, al-Ya'qubi dan yang sederajat. Namun setelah melakukan pengecekan seksama ternyata mereka hanyalah kolektorkolektor riwayat yang menulis apa saja yang mereka terima tanpa reserve. Justru kita menemukan sorang ahli Hadis dan sejarawan yang lahir kemudian bernama Abu 'Amr Yusuf ibn Abdul Bar al-Numeiry, jauh lebih mendalam pemahamannya dibandingkan dengan mereka.
BAB. four SEJARAH KESEHATAN DAN WAFATNYA RASULULLAH one. SEJARAH KESEHATAN RASULULLAH Al-Qur’an seluruhnya adalah kebajikan, petunjuk dan cahaya penerang jalan. Tiada satupun aspek kebajikan yang tidak ditunjukkan oleh Allah dalam ayat-ayat-Nya yang cukup jelas. Sebaliknya, tiada satu pun aspek kejahatan dan kesesatan kecuali diperingatkan oleh-Nya untuk dihindari juga melalui ayat-ayat-Nya yang jelas. Di antara kemungkinan perbedaan pendapat dan ancaman fitnah serta kerusakan yang pintunya ditutup oleh Al-Qur’an secara ketat adalah perbedaan pendapat mengenai wafatnya Nabi yang agung, Muhammad SAW. Al-Qur’an sejak awal sudah menegaskan secara eksplisit bahwa beliau akan wafat, meniggal dunia seperti halnya setiap manusia. Orang-orang telah menyaksikan beliau berbaring sebagai mayat sehingga tidak perlu ada perbedaan pendapat, tidak pula ada mazhab atau teori-teori penjelasan sebagaimana yang terjadi dalam sejarah, bahwa para pengikut tidak mendapat kejelasan mengenai wafatnya seorang Nabi seperti Nabi Isa putra Maryam. Allah telah menutup kemungkinan adanya kesamaran mengenai hal ini dengan dua rangkaian ayat dalam Al-Qur’an yang amat jelas dan eksplisit. Yang pertama, pada surah Al Imran: 142-a hundred forty five dalam konteks mengingatkan kaum mu'minin akan anugerah Allah kepada mereka pada perang Uhud, tatkala mereka hampir kalah dalam periode pertama pertempuran saat mereka kalang kabut ketika digempur oleh pasukan kavaleri Qureisy yang mengakibatkan banyak di antara mereka yang mati syahid.
ahli siasat perang yang pada saat itu berumur 33 tahun. Ibn Ishaq mengutip pendapatnya ketita ia berkata : “wahai Rasulullah posisi kita tidak strategis. Lebih baik kita membelakangi sumbersumber mata air dan menutup semuanya kecuali satu sumur lalu kita memasang galian di depannya sehingga pada saat perang berkecamuk kita dapat minum dan mereka tidak, hingga perang usai. Rasulullah bersabda itu adalah pendapat yang baik lalu memerintahkan untuk dilaksanakan” (Ibn Al-Atsier, Asad Al-Ghabah, vol. one/436) Strategi tersebut merupakan penyempurnaan terhadap apa yang telah direncanakan Rasulullah setelah menduduki sumber mata air. Al-Hubab menganjurkan agar kaum muslim mengambil posisi di depan sumber-sumber mata air tersebut dan membelakanginya kemudian menutup semuanya kecuali satu, kemudian menggali kolam yang diisi air sehingga pasukan muslim dapat minum dengan leluasa. Sebaliknya, kaum musyrik tidak akan minum sehingga hal ini akan menjadi faktor utama bagi kekalahan mereka. Kala itu pagi hari tanggal 17 Ramadlan two H/13 Maret 623 M. Meskipun saat itu musim dingin, namun karena cuaca cerah dan tanpa perlindungan untuk berteduh dari teriknya matahari, menambah cepat rasa haus terutama mereka yang sedang berada dalam pakaian perang yang demikian berat termasuk kuda dan onta yang semuanya berjumlah lebih dari seribu personil. Jumlah pasukan sebanyak ini tidak akan mungkin betahan tanpa ada air minum sedangkan pendudukan terhadap sumber mata air terjadi pada malam hari sebelumnya. Yang paling pertama dibutuhkan oleh onta dan kuda di waktu pagi adalah air. Kaum muslim sepenuhnya telah menguasai sumber-sumber mata air sehingga hal ini merupakan faktor utama bagi kekalahan kaum musyrik. Datanglah ke 'kolam air', pada akhirnya menjadi semboyan dan perlambang ridlo Allah.
Mekkah pada akhirnya menjadi pusat kegiatan agama disamping pusat perdagangan. Keberhasilan Abdul Mutthalib mengatur kehidupan sosial, ekonomi dan keagamaan di Mekkah semakin memperkuat posisi suku Qureisy dan menghantarkan Mekkah mencapai puncak kejayaannya pada masa pra Islam. Kemajuan yang dicapai Mekkah, yang sudah menjadi negeri yang penuh dinamika, kaya, terbuka dan masyarakatnya hidup sejahtera, memberikan gambaran tentang kondisi dan kecenderungan masyarakat di mana Muhammad lahir dan tumbuh dewasa, yaitu pada saat menjelang akhir kepemimpinan Abdul Mutthalib. Para penulis Sirah tradisional menggambarkan situasi masyarakat saat Muhammad dilahirkan dengan sangat menyedihkan. Pertumbuhan beliau sejak masa kanak-kanak hingga menginjak dewasa digambarkan sebagai anak yatim yang dirundung malang dan derita kemiskinan, sematamata karena di dalam Al-Qur'an Allah berfirman: “Engkau (Muhammad) tersesat, maka Allah memberimu petunjuk; engkau serba kekurangan, maka Dia menjadikanmu berkecukupan” ten. Q.S. al-Dhuha:seven-8. Padahal selama hidupnya, Rasulullah tidak pernah fakir dan tidak pernah miskin. Jadi, maksud ayat tersebut adalah bahwa beliau yatim sehingga diasuh oleh kakek kemudian pamannya. Ia akan tersesat jika bukan Allah yang menghindarkannya dari kesesatan dan segala macam bahaya, sebagai persiapan untuk mengemban tugas risalah. Beliau dianugerahi kekayaan melalui kegiatan berdagang kemudian diberi pangkat kenabian. Secara historis tidak ada bukti bahwa beliau fakir atau miskin. Pada masa mudanya, sebelum nikah dengan Khadijah RA beliau adalah pedagang sukses dan hidup berkecukupan.